Rabu, 29 April 2020

Kedudukan Pancasila sebagai Ideologi Terbuka

Wawan Setiawan Tirta
Pancasila berakar pada pandangan hidup bangsa & falsafah bangsa sehingga memenuhi prasyarat menjadi ideologi yang terbuka. Keterbukaan Pancasila, mengandung pengertian bahwa Pancasila senantiasa mampu berinteraksi secara dinamis. Nilai-nilai Pancasila tidak berubah, tetapi pelaksanaan disesuaikan dengan kebutuhan & tantangan nyata yang perlu dihadapi dalam setiap waktu.
 Pancasila berakar pada pandangan hidup bangsa  Kedudukan Pancasila sebagai Ideologi Terbuka
Source: Pihak Ketiga
Hal ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa ideologi Pancasila bersifat aktual, dinamis, antisipatif, serta senantiasa mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan teknologi, serta dinamika perkembangan aspirasi masyarakat.
Keterbukaan ideologi Pancasila harus selalu memperhatikan;
  1. Stabilitas nasional yang dinamis;
  2. Larangan untuk memasukan pemikiran-pemikiran yang mengandung nilai-nilai ideologi marxisme, leninisme, & komunisme;
  3. Mencegah berkembangnya paham liberal;
  4. Penciptaan norma yang harus melalui kesepakatan;
  5. Larangan terhadap pandangan ekstrim yang menggelisahkan kehidupan bermasyarakat.
Berdasarkan ulasan di atas, keterbukaan Ideologi Pancasila mengandung nilai-nilai sebagai berikut ini;
1. Nilai dasar
Nilai dasar, yakni hakikat kelima sila Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa; Kemanusiaan yang adil & beradap; Persatuan Indonesia; Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan; Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Nilai-nilai dasar itu, bersifat universal sehingga di dalamnya terkandung cita-cita, tujuan, serta nilai-nilai tentang yang baik & benar. Nilai dasar ini bersifat tetap & melekat pada kelangsungan kehidupan negara.
Nilai dasar Pancasila selanjutnya dijabarkan dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  • Adapun perwujudan nilai dasar Pancasila sebagai ideologi terbuka itu adalah sebagai berikut ini;
  • Nilai ketuhanan dalam Pancasila, sebagai ideologi terbuka merupakan bentuk hubungan warga negara Indonesia sebagai insan pribadi atau makhluk individu dengan “Tuhan Yang Maha Esa” pencipta alam semesta. Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang religius atau bangsa yang beragama, memiliki keyakinan & kepercayaan terhadap adanya “Tuhan Yang Maha Esa”. Hal itu dibuktikan dengan pemelukan salah satu agama yang diakui negara atau menganut aliran kepercayaan tertentu terhadap “Tuhan Yang Maha Esa”.
  • Nilai kemanusiaan dalam Pancasila, diwujudkan dalam bentuk hubungan warga negara Indonesia dengan sesama manusia sebagai insan sosial. Manusia tidak bisa hidup sendiri senantiasa hidup saling membutuhkan. Oleh sebab itu, harus dijalin sikap kekeluargaan & tolong menolong antarsesama manusia tanpa membedakan suku bangsa, agama, ras, antargolongan, maupun antarbangsa.
  • Nilai persatuan dalam Pancasila, diwujudkan dalam bentuk hubungan warga negara Indonesia dengan bangsa & negaranya sebagai insan politik. Setiap warga negara, terikat oleh pengaturan perundang-undangan yang berlaku di negara itu. Oleh sebab itu setiap warga negara dituntut untuk menaati pengaturan itu, sebagai wujud rasa cinta tanah air, mengutamakan kepentingan bangsa & negara di atas kepentingan pribadi & golongannya.
  • Nilai kerakyatan dalam Pancasila, diwujudkan dalam bentuk hubungan warga negara Indonesia dengan kekuasaan & pemerintahan sebagai pemegang kedaulatan rakyat. Setiap warga negara memiliki hak & kewajiban untuk ikut serta dalam pemerintahan.
  • Nilai keadilan dalam Pancasila, diwujudkan dalam hubungan warga negara Indonesia dengan kesejahteraan serta keadilan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, & bernegara. Setiap warga negara, dituntut untuk meningkatkan taraf hidupnya yang lebih baik dengan berusaha & bekerja keras, menerapkan pola hidup sederhana, berlaku adil, serta menghargai karya orang lain.
2. Nilai Instrumental
Nilai instrumental, ini sebagai penjabaran dari nilai-nilai dasar ideologi Pancasila berupa peraturan perundang & lembaga pelaksanaannya. Misalnya: UUD, Ketetapan MPR, UU, serta peraturan perundang-undangan lainnya, bisa disesuaikan dengan perkembangan zaman & aspirasi masyarakat berdasarkan nilai-nilai Pancasila.

3. Nilai Praktis
Nilai Praktis, merupakan realisasi dari nilai-nilai instrumental berupa suatu pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat berbangsa, & bernegara. Dalam realisasi praktis inilah, penjabaran nilai-nilai Pancasila senantiasa berkembang & selalu bisa dilakukan perubahan & reformasi (perbaikan) sesuai dengan perkembangan zaman & aspirasi masyarakat, sehingga Pancasila merupakan Ideologi terbuka.

Suatu ideologi, selain memiliki aspek-aspek yang bersifat ideal berupa cita-cita, pemikiran-pemikiran, serta nilai-nilai yang dianggap baik, juga harus memiliki norma yang jelas. Hal ini dikarenakan suatu ideologi harus mampu direalisasikan dalam kehidupan nyata. Oleh karena itu, Pancasila sebagai ideologi terbuka secara struktural memiliki tiga dimensi. Adapun ketiga dimensi Pancasila itu, dibahas sebagai berikut;

1. Dimensi Idealisme
Dimensi ini menekankan bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila yang bersifat sistematis, rasional, & menyeluruh itu, pada hakikatnya bersumber pada filsafat Pancasila. Hal itu karena setiap ideologi, bersumber pada suatu nilai-nilai filosofis atau sistem filsafat. Dimensi idealisme yang terkandung pada Pancasila, mampu memberikan harapan, optimisme, serta memberikan motivasi pendukung untuk berupaya, mewujudkan cita-citanya. Ideologi mengandung cita-cita yang ingin dicapai dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, & bernegara, sehingga masyarakat atau bangsa bisa mengetahui ke arah mana mereka ingin membangun kehidupan bersama.

2. Dimensi Normatif
Dimensi ini mengandung pengertian bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, perlu dijabarkan dalam suatu sistem norma. Artinya Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945 yang merupakan tertib hukum tertinggi dalam NRI serta merupakan “staatsfundamentalnorm” (pokok kaidah negara yang fundamental). Dengan kata lain, agar Pancasila mampu dijabarkan ke dalam langkah-langkah yang bersifat operasional, maka perlu memiliki aturan hukum yang jelas atau norma.

3. Dimensi Realitas
Dimensi ini mengandung makna bahwa suatu ideologi harus mampu mencerminkan realitas kehidupan yang berkembang dalam masyarakat. Pancasila keluwesan yang memungkinkan adanya perkembangan pemikiran-pemikiran baru yang relevan tentang dirinya, tanpa menghilangkan atau mengingkari hakikat yang terkandung dalam nilai-nilai dasarnya. Oleh sebab itu, Pancasila harus mampu dijabarkan dalam kehidupan masyarakat secara nyata (real), baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam penyelenggaraan negara (Alfian, 1992: 195).

Source: DPN
Telah di Revisi