Senin, 27 April 2020

Perumusan UUD 1945

Wawan Setiawan Tirta
Konstitusi atau Undang-undang Dasar adalah hukum dasar yang dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan suatu negara. Konstitusi dapat berupa hukum dasar tertulis yang lazim disebut Undang-Undang Dasar, dan dapat pula tidak tertulis yang juga disebut Konvensi. Undang-Undang Dasar biasanya mengatur tentang pemegang kedaulatan, struktur negara, bentuk negara, bentuk pemerintahan, kekuasaan legislatif, kekuasaan peradilan, dan berbagai lembaga negara serta hak-hak rakyat.

Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Pasal tersebut dimaksud memuat paham konstitusionalisme. Konstitusionalisme adalah suatu sistem yang terlembagakan, menyangkut pembatasan yang efektif dan teratur terhadap tindakan-tindakan pemerintah. Rakyat pemegang kedaulatan tertinggi terikat pada konsititusi. Kedaulatan rakyat dilaksanakan menurut UUD. UUD merupakan sumber hukum tertinggi yang menjadi pedoman dan norma hukum yang dijadikan sumber hukum bagi peraturan perundangan yang berada di bawahnya.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditetapkan oleh PPKI pada hari Sabtu 18 Agustus 1945, satu hari setelah Proklamasi. Keputusan sidang PPKI adalah sebagai berikut.
  • Mengesahkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  • Menetapkan Ir. Soekarno sebagai presiden dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil presiden Republik Indonesia.
  • Membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat.
Pembahasan mengenai UUD dilakukan BPUPKI pada sidang kedua pada 10-17 Juli 1945. Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Junbii Chōsakai) adalah sebuah badan yang dibentuk oleh pemerintah pendudukan balatentara Jepang pada tanggal 1 Maret 1945. BPUPKI beranggotakan 62 orang yang diketuai oleh Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat dengan wakil ketua Ichibangase Yosio (orang Jepang) dan Raden Pandji Soeroso. Dalam sidang pertama dibahas tentang dasar negara sedangkan pembahasan rancangan Undang-Undang Dasar dilakukan pada sidang yang kedua.
undang Dasar adalah hukum dasar yang dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan suatu negara Perumusan UUD 1945
Pada sidang BPUPKI tanggal 10 Juli 1945, ada penambahan anggota baru, yaitu Abdul Fatah Hasan, Asikin Natanegara, Surio Hamidjojo, Muhammad Noor, Besar, dan Abdul Kaffar. Kemudian Ir. Soekarno selaku Ketua Panitia Kecil melaporkan hasil kerjanya, bahwa Panitia Kecil telah menerima usulan-usulan tentang Indonesia merdeka yang digolongkannya menjadi sembilan kelompok, yaitu: 
  1. Usulan yang meminta Indonesia merdeka selekas-lekasnya, 
  2. Usulan mengenai dasar negara, 
  3. Usulan tentang unifikasi atau federasi,
  4. Usulan tentang bentuk negara dan kepala negara, 
  5. Usulan tentang warga negara, usulan tentang daerah, 
  6. Usulan tentang agama dan negara, 
  7. Usulan tentang pembelaan negara, dan 
  8. Usulan tentang keuangan.
Ketika akan mengambil pemungutan suara untuk menentukan bentuk negara, para pendiri negara diliputi suasana yang penuh dengan permufakatan, tanggung jawab, toleransi, dan religius. Suasana religius tampak pada setiap kegiatan yang diawali dengan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Permufakatan tampak pada banyaknya usulan yang ditampung dan disepakati. Toleransi tampak pada setiap tokoh yang saling menghargai masing-masing pendapat. Tanggungjawab tampak pada sikap mereka terhadap hasil keputusan yang dihasilkan.

Semangat nasionalisme dan patriotisme terlihat sangat nyata dalam perbincangan dalam Sidang BPUPKI tanggal 10 dan 11 Juli 1945 ketika membahas masalah wilayah negara. Semangat nasionalisme antara lain tampak pada “Indonesia” dibuat oleh orang yang mempunyai faham yang mengatakan, bahwa Indonesia melingkungi daerah Malaya dan Polinesia. Jadi, dengan sendirinya pada waktu perkataan “Indonesia” lahir dimaksudkan bahwa tanah Papua masuk dalam daerah Indonesia.

Semangat patriotisme tampak dalam menentukan batas halaman tanah air kita hendaklah kita berpikir dengan sebaik-baiknya; janganlah didasarkan pada soal, apakah kita kita sanggup atau tidak sanggup, tetapi pula apakah akan timbul kesanggupan akan merdeka atau tidak.

Dalam membahas masalah wilayah negara, masih banyak tokoh pendiri negara yang menyampaikan usulnya, seperti Moh. Hatta, Soekarno, Soetardjo, Agoes Salim, A.A. Maramis, Sanoesi, dan Oto Iskandardinata. Akhirnya diputuskan, bahwa wilayah Indonesia Merdeka adalah Hindia Belanda dulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara, Papua, Timor Portugis dan pulau-pulau sekitarnya.

Pada sidang BPUPKI tanggal 11 Juli 1945, setelah mendengarkan pandangan dan pemikiran 20 orang anggota, maka dibentuklah tiga Panitia Kecil, yaitu:
  • Panitia Perancang Undang-Undang Dasar, dengan ketua Ir. Soekarno.
  • Panitia Perancang Keuangan dan Perekonomian, dengan ketua Moh. Hatta.
  • Panitia Perancang Pembelaan Tanah Air, dengan ketua Abikusno Tjokrosujoso.
Pada tanggal 11 Juli 1945, Panitia Perancang Undang-Undang Dasar melanjutkan sidang yang antara lain menghasilkan kesepakatan:
  • Membentuk Panitia Perancang “Declaration of Rights”, yang beranggotakan Subardjo, Sukiman, dan Parada Harahap.
  • Bentuk “Unitarisme”.
  • Kepala Negara di tangan satu orang, yaitu Presiden.
  • Membentuk Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh Supomo
Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar, pada tanggal 13 Juli 1945 berhasil membahas beberapa hal dan menyepakati antara lain ketentuan tentang Lambang Negara, Negara Kesatuan, sebutan Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan membentuk Panitia Penghalus Bahasa yang terdiri atas Djajadiningrat, Salim, dan Supomo. Rancangan Undang-Undang Dasar diserahkan kepada Panitia Penghalus Bahasa.

Pada tanggal 14 Juli 1945, BPUPKI mengadakan sidang dengan agenda “Pembicaraan tentang pernyataan kemerdekaan”. Sedangkan sidang pada tanggal 15 Juli 1945 melanjutkan acara “Pembahasan Rancangan Undang-Undang Dasar”. Setelah Ketua Perancang Undang-Undang Dasar, Soekarno memberikan penjelasan naskah yang dihasilkan dan mendapatkan tanggapan dari Moh. Hatta, lebih lanjut Soepomo, sebagai Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar, diberi kesempatan untuk memberikan penjelasan terhadap naskah Undang-Undang Dasar.

Naskah Undang-Undang Dasar akhirnya diterima dengan suara bulat pada Sidang BPUPKI tanggal 16 Juli 1945.