Hubungan dan Fungsi Bahasa, Seni, dan Agama/Religi/Kepercayaan
Keberagaman kebudayaan suku-suku bangsa timbul karena berbagai sebab, baik yang berasal dari luar masyarakat (faktor eksternal) maupun dari dalam masyarakat sendiri (faktor internal). Faktor internal adalah pengaruh unsur-unsur kebudayaan universal terhadap keberagaman kebudayaan suku-suku bangsa. Dari beberapa unsur-unsur kebudayaan universal seperti yang sudah diterangkan di atas, akan kita kaji di antaranya kesenian, bahasa, dan sistem religi.
1. Bahasa
Suku-suku bangsa di berbagai daerah di Indonesia memiliki bahasa masing-masing sebagai alat komunikasi, antara lain sebagai berikut;
- Dalam pergaulan antarsesamanya suku bangsa Aceh berbicara dengan bahasa daerahnya sendiri, yaitu bahasa Aceh.
- Masyarakat Tapanuli dalam pergaulan di antara mereka sendiri berbicara dengan bahasa Batak.
- Demikian halnya suku bangsa Melayu, Jawa, Betawi, Sunda, Bugis, Makassar, Ambon, Papua dan sebagainya mereka berbicara dengan sesamanya menggunakan bahasa daerah masing-masing.
Betapa beragamnya suku-suku bangsa di Indonesia, mereka berbicara menggunakan bahasa daerahnya masing-masing. Jika kedapatan ada seseorang dari suku bangsa Jawa berbicara dalam bahasa Jawa di hadapan orang dari suku bangsa Bugis yang sama sekali tidak mengerti bahasa Jawa, tentu saja tidak akan terjadi komunikasi. Oleh sebab itu, dalam arena pergaulan antarsuku bangsa digunakan bahasa yang dimengerti oleh semua suku bangsa, yaitu bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia sendiri dikembangkan dari bahasa Melayu. Pada waktu itu, bahasa Melayu sudah menjadi bahasa pergaulan, terutama di pelabuhan-pelabuhan dan tempat-tempat bertemunya orang-orang yang datang dari berbagai daerah. Suku bangsa Jawa yang berdagang ke Sumatra misalnya berbicara dengan rekan dagangnya dalam bahasa Melayu. Demikian pula orang-orang dari suku lain dalam pergaulan antarsuku menggunakan bahasa Melayu. Oleh sebab itu, bahasa Melayu merupakan bahasa pergaulan (lingua franca). Berdasarkan kondisi tersebut, maka bahasa Melayu diangkat sebagai bahasa persatuan dengan nama bahasa Indonesia.
2. Kesenian
Seni adalah penggunaan kreatif imajinasi manusia untuk menerangkan, memahami, dan menikmati kehidupan. Dalam kebudayaan-kebudayaan lain, seni sering digunakan untuk keperluan yang dianggap penting dan praktis. Para ahli antropologi telah menemukan bahwa seni mencerminkan nilai-nilai kebudayaan dan perhatian rakyat. Dari hal itu ahli, antropologi dapat mengetahui bagaimana suatu bangsa mengatur negaranya dan mengetahui sejarahnya.
Demikian juga seni musik, patung, dan seni rupa dapat menjadi sarana untuk memahami pandangan dunia seseorang. Adapun melalui studi distribusional, kesenian dapat menjadi gambaran tentang sejarah bangsa.
Di samping menambah kenikmatan dalam hidup sehari-hari, kesenian mempunyai fungsi yang beraneka ragam. Fungsi mitos misalnya menentukan norma untuk perilaku yang teratur, kesenian verbal umumnya meneruskan adat istiadat dan nilai-nilai budaya. Ada juga yang berupa nyanyian, musik, dan lain-lain.
Seni adalah produk jenis perilaku manusia yang khusus, yaitu penggunaan imajinasi kreatif untuk menerangkan, memahami, dan menikmati hidup. Misalnya kita dapat mendengar lagu tentang laut yang monoton demi kepuasan estetis saja.
Namun demikian, pada kenyataannya ketika orang menggunakan perahu layar lagu itu memberi semangat dan sangat bermanfaat. Hubungan antara seni dan aspek-aspek kebudayaan adalah biasa dalam masyarakat di seluruh dunia. Hal itu juga perlu adanya kombinasi khusus yang sama antara lambang yang mewakili bentuk dan ungkapan perasaan yang merupakan imajinasi kreatif. Tanpa adanya permainan-permainan imajinasi kita menjadi bosan, dan dapat mematikan produktivitas.
Oleh sebab itu, kesenian bukan suatu kemewahan yang hanya dimiliki dan dinikmati oleh kelompok kecil seniman, namun juga semua orang yang normal dan ikut serta berperan aktif. Dalam kesenian, kita bebas menciptakan pola, alur cerita, ritme yang sesuai dengan pikiran kita.
a. Seni Verbal
Istilah folklore diciptakan pada abad ke-19 untuk menunjukkan dongeng, kepercayaan, dan adat kebiasaan yang tidak tertulis dari kaum tani Eropa sebagai lawan tradisi kaum elit terpelajar. Ahli linguistik dan antropologi lebih suka berbicara tentang tradisi lisan dan seni verbal suatu kebudayaan daripada folklore dan dongeng rakyat.
Kesenian verbal meliputi cerita drama, puisi, peribahasa, bahkan memberi prosedur, pujian dan sebagainya. Hal-hal itu mudah dipublikasikan dan memiliki daya tarik populer dari kebudayaan rakyat. Pada umumnya cerita itu terbagi menjadi 3 kategori pokok, yaitu mitos, legenda, dan dongeng.
1) Mitos
Mitos adalah cerita tentang peristiwaperistiwa historis yang menerangkan masalahmasalah akhir kehidupan manusia. Pada dasarnya mitos bersifat religius dan masalah yang dibicarakan adalah masalah-masalah pokok kehidupan manusia, antara lain dari mana asal kita, mengapa kita di sini, ke mana tujuan kita, dan sebagainya. Setiap aspek-aspek yang sangat luas dapat disebut mitos. Mitos merupakan paparan yang menerangkan secara implisit tentang tempat mereka di tengah-tengah alam dan tentang seluk-beluk dunia mereka. Mengkaji tentang mitos merupakan jenis kreativitas manusia yang sangat penting dan juga memberi petunjuk-petunjuk yang berharga.
2) Legenda
Legenda adalah cerita turun temurun dari zaman dahulu yang menceritakan perbuatan-perbuatan pahlawan, perpindahan penduduk, dan pembentukan adat istiadat lokal. Legenda tidak banyak mengandung masalah, tetapi juga lebih kompleks dari pada mitos.
Legenda berfungsi untuk menghibur dan memberi pelajaran serta menambah kebanggaan seseorang atas keluarga, suku atau bangsanya. Legenda yang lebih panjang kadang-kadang berbentuk puisi atau prosa yang dikenal dengan nama epik. Legenda dapat mengandung rincian mitologis, khususnya kalau menyinggung keadaan supranatural. Oleh sebab itu, kadang legenda tidak dapat dibedakan secara jelas dengan mitos.
3) Dongeng
Kata dongeng dianggap sekuler murni, dishistoris, dan berupa cerita khayalan. Dongeng-dongeng internasional yang populer adalah tentang si bodoh. Versiversi tersebut dicatat di Indonesia, India, Timur Tengah, Spanyol, dan Italia.
Dongeng tersebut diklasifikasikan dalam katalog sebagai dongeng yang mengandung situasi cerita atau motif dasar. Setiap versi dongeng mempunyai struktur urutan kejadian yang kadang-kadang disebut sintaksis cerita.
Terbukti dalam kebudayaan tertentu orang akan mengategorikan dongeng-dongeng lokal, dongeng hewan, tipu muslihat, hantu, moral, dan sebagainya.
Seperti halnya legenda, dongeng sering juga menggambarkan pemecahan lokal etis yang terdapat secara universal. Makin sering kita mengamati berbagai kesenian secara terpisah makin jelas bahwa kesenian saling berhubungan.
b. Seni Musik
Studi seni musik dimulai pada abad ke-19 dengan pengambilan nyanyian-nyanyian rakyat. Dalam perkembangan muncul cabang ilmu khusus, yang disebut etnomusikopologi. Etnomusikopologi, yaitu cara untuk mendekati jenis ungkapan musikal yang sama sekali asing. Kegiatan tersebut dilakukan dengan mempelajari terlebih dahulu fungsi musik dalam hal melodi, ritme, dan bentuk.
1) Unsur-Unsur Musik
Pada umumnya musik manusia berbeda dengan musik alamiah. Misalnya suara nyanyian burung, srigala, ikan paus, dan lainnya.
Dalam sistem Barat atau Eropa, jarak antara nada dasar dan nada atas yang pertama disebut oktaf. Oktaf terdiri atas 7 tingkatan nada, dan diberi nama A sampai G. Meskipun demikian begitu hanya nada atas yang merupakan sebagian dari dasar yang dapat dianggap sebagai gejala alamiah sesungguhnya.
2) Fungsi Musik
Ahli antropologi banyak mendapat manfaat dengan mempelajari fungsi musik dalam masyarakat. Pertama jarang dikatakan bahwa kebudayaan tidak memiliki jenis musik. Bahkan orang-orang Tasaday di Filipina, yakni sekelompok orang penghuni hutan yang baru-baru ini ditemukan oleh dunia luar, telah menggunakan alat musik semacam harpa bambu yang disebut “kubing”. Semua itu adalah bentuk perilaku sosial yang merupakan contoh komunikasi dan suatu pemerataan perasaan hidup bagi orang lain. Fungsi musik yang paling jelas terdapat dalam nyanyian. Para peneliti musik dahulu terkesan pentatogis yang kelihatan sederhana. Sebagian besar musik nonbarat dikesampingkan karena musik nonbarat dianggap sebagai musik “primitif” tanpa bentuk, kurang istimewa, dan dianggap sepele.
c. Seni Patung
Dalam arti luas seni patung adalah seni tiga dimensi. Setiap bentuk tiga dimensi dapat disebut patung. Misal; sebuah gapura, monumen / bangunan yang mengandung pokok-pokok artistik yang sama dengan patung, topeng / arca. Seorang seniman telah memberi bentuk nyata terhadap perasaan dan gagasan untuk menciptakan atau mencipta ulang bentuk-bentuk yang lebih bermakna. Dalam arti sempit patung dapat diartikan sebagai hasil karya yang tidak langsung untuk kepentingan tertentu dan dibuat dari bahan keras atau bahan semi permanen.
Kata “seni patung” agaknya berbeda dengan kegiatan kreatif yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Istilah seni patung digantikan dengan istilah “seni plastik”. Barang-barang yang jelas dibuat dengan keterampilan tidak sepenuhnya dianggap sebagai patung karena agak sederhana, tidak permanen, dan ukuran tidak besar. Barang-barang hasil keterampilan disebut sebagai hasil kerajinan.
Sebuah mobil, misalnya sebagus apapun bentuknya, dan di manapun penempatannya, mobil merupakan benda yang dikagumi dan berfungsi sebagai lambang dari kebudayaan kita.
Adapun yang disebut seni patung atau seni plastik biasanya tidak artistik secara kebetulan, tetapi karena rekayasa seorang seniman, misalnya patung “Daud” dari Michaelangelo adalah patung representatif, tentang suatu kejelekan manusia. Patung itu juga abstrak sejauh patung itu menggeneralisasikan ideal keindahan tubuh laki-laki, kekuatan yang mantap, dan ketenangan emosinya.
3. Agama
a. Pengertian Agama
Agama dapat dipandang sebagai kepercayaan dan pola perilaku, yang diusahakan oleh manusia untuk menaungi masalah-masalah yang tidak dapat dipecahkan dengan teknologi dan teknik organisasi yang diketahuinya. Adapun ciri-ciri untuk mengidentifikasikan agama, antara lain terdiri atas bermacam-macam ritual, doa, nyanyian, tari-tarian, dan kubur untuk memanipulasi kekuatan supranatural yang terdiri atas dewa-dewa, arwah leluhur, maupun roh-roh. Dalam semua masyarakat ada orang-orang tertentu yang memiliki pengetahuan khusus tentang makhluk-makhluk dan kegiatan ritual (keagamaan). Semua agama mempunyai fungsi-fungsi psikologi dan sosial yang penting. Agama mengurangi kegelisahan dan menerangkan apa yang tidak diketahui. Agama menanamkan tentang baik dan jahat juga benar dan salah. Melalui upacara agama dapat digunakan untuk memantapkan pelajaran tentang tradisi lisan.
Menurut mitos, orang Indian Tewa di New Mexico muncul dari sebuah danau sebelah utara tempat kediamannya sekarang. Bagi orang Tewa segala yang ada di dunia terbagi ke dalam enam kategori, yaitu tiga kategori manusia dan tiga kategori supranatural. Kategori supranatural itu tidak hanya dianggap identik dengan manusia, tetapi juga sesuai dengan dunia ilmiah. Alfonso Ortiz seorang ahli antropologi berpendapat bahwa orang Tewa menganggap bahwa agama tidak hanyab logis tetapi berfungsi dalam masyarakat. Agama orang-orang Tewa benar-benar meresapi setiap aspek kehidupan. Itulah dasar pandangan dunia orang Tewa, tentang dunia yang satu, tetapi dualistis. Di dalamnya terdapat banyak titik pertemuan yang menyebabkan keduanya dilestarikan sebagai satu komunitas. Komunitas yang dikeramatkan dengan memberinya suatu asal-usul supranatural dan upacara peralihan (“rites of passage”).
Semua agama memenuhi banyak kebutuhan sosial dan psikologis, seperti kematian, kelahiran, dan lain-lain. Agama dapat menjadi sarana bagi manusia untuk mengingat diri dari kehidupan duniawi yang penuh penderitaan. Fungsi agama secara sosial tidak kalah pentingnya daripada fungsi psikologisnya. Agama tradisional memperkuat norma-norma kelompok.
Norma-norma merupakan sanksi moral untuk perbuatan-perbuatan perorangan dan merupakan nilai-nilai yang menjadi landasan keseimbangan masyarakat. Agama dalam masyarakat tidak hanya menarik pengikut-pengikutnya tetapi telah menimbulkan kebangkitan yang kuat dari orang-orang fundamentalis dengan prasangka anti fundamentalis dan ilmu pengetahuan yang kuat pula. Dalam hal ini, fundamentalis adalah para penganut gerakan keagamaan yang bersifat kolot dan reaksioner ingin kembali pada ajaran-ajaran agama seperti yang terdapat dalam kitab suci. Adapun fundamentalisme merupakan paham yang ingin memperjuangkan sesuatu yang cenderung secara radikal. Contohnya fundamentalisme Islam Ayatullah Khomeini di Iran dan fundamentalisme Kristen dari Jerry dan tokoh-tokoh lain di Amerika Serikat.
b. Pendekatan Antropologi terhadap Agama
Anthony F. C. Wallace mendefinisikan agama sebagai seperangkat upacara yang diberi rasionalisasi mitos. Definisi tersebut mengandung suatu pengakuan bahwa kalau tidak dapat mengatasi masalah serius yang menimbulkan kegelisahan, maka manusia mengatasinya dengan kekuatan supranatural. Untuk itu digunakan upacara keagamaan. Hal tersebut oleh Wallace dipandang sebagai gejala agama yang utama atau sebagai perbuatan (religion in action). Fungsi yang utama ialah untuk mengurangi kegelisahan dan untuk memantapkan kepercayaan kepada diri sendiri.
Jadi, agama dapat dipandang sebagai kepercayaan dan pola perilaku yang digunakan untuk mengendalikan aspek alam semesta yang tidak dapat dikendalikan. Kegiatan agama mungkin tidak begitu penting bagi kaum elit sosial karena mereka menganggap dirinya sendiri lebih dapat mengendalikan nasibnya sendiri, seperti bagi kaum petani atau anggota-anggota kelas bawah.
c. Praktik Keagamaan
Banyak nilai agama yang berasal dari praktik-praktik upacara keagamaan menimbulkan suatu rasa “transendensi pribadi”. Meskipun upacara dan praktik agama sangat beraneka ragam, bahkan upacara yang bagi kita kelihatan ganjil dan eksotis dapat dibuktikan melalui fungsi sosial dan psikologis.
d. Makhluk dan Kekuatan Supranatural
Salah satu ciri agama adalah kepercayaan kepada makhluk dan kekuatan supranatural. Adapun makhluk tersebut dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut.
1) Dewa dan Dewi
Dewa dan Dewi adalah makhluk-makhluk penting yang agak jauh dari manusia. Mereka masing-masing berkuasa atas bagian-bagian tertentu dari alam semesta. Misal; di Yunani terdapat Zeus (Dewa Langit).
2) Dewa-Dewa dan Dewi-Dewi seperti kepunyaan orang Yunani.
Misal suku bangsa Aztec di Mexico mengakui adanya pasangan dewa-dewi tertinggi, namun mereka tidak menaruh perhatian kepadanya. Alasannya karena mereka itu begitu jauh, perhatian suku bangsa Aztec dipusatkan kepada dewa-dewi yang secara langsung terlibat dalam permasalahan manusia.
3) Arwah Leluhur
Kepercayaan kepada arwah leluhur sejalan dengan pengertian yang tersebar luas bahwa manusia terdiri atas 2 bagian, yakni tubuh dan roh penghidupan. Mengingat gagasan atas konsep itu, maka roh yang ada pada orang meninggal dibebaskan dari tubuh dan tetap terus hidup di luar sana. Arwah leluhur dipercaya sangat mirip dengan orang yang masih hidup dalam hal selera, emosi dan perilaku.
e. Animisme
Salah satu kepercayaan yang meyakini tentang makhluk-makhluk supranatural adalah animisme. Sir Edward Taylor menemukan konsep tersebut. Pada tahun 1873 ia melihat banyak contoh animisme. Misal; suku bangsa Dayak di Kalimantan percaya bahwa padi memiliki jiwa dan mereka mengadakan perayaan untuk mempertahankan jiwa tersebut untuk menghindari terjadinya kegagalan panen.
f. Animatisme
Animatisme adalah suatu sistem kepercayaan yang meyakini bahwa benda-benda atau tumbuhan yang ada di sekeliling manusia memiliki jiwa dan mampu berpikir, seperti manusia. tetapi, sistem kepercayaan ini tidak menimbulkan aktivitas keagamaan guna memuja benda-benda dan tumbuhan itu. Akan tetapi hal itu dapat menjadi unsur dalam sebuah religi.
Benda-benda pusaka / senjata dianggap memiliki kesaktian dan menimbulkan kepercayaan bagi masyarakat tertentu. Misal; benda keramat yang bernama “Kereta Kencana” dari Keraton Jogjakarta. Pada setiap tanggal 1 Muharram (Suro), kereta kencana itu dimandikan. Bekas air penyiraman itu diperebutkan oleh banyak orang, karena mereka percaya bahwa air itu dapat memberi tuah awet muda dan mudah mendapat rezeki.
g. Petugas Keagamaan
Pendeta (pria dan wanita) adalah spesialis keagamaan yang bekerja penuh (full time). Orang-orang seperti itu sangat mahir menghubungi, memengaruhi dan memanipulasi kekuatan-kekuatan supranatural. Ia telah menjalani inisiasi sosial dan dilantik dengan upacara sebagai anggota organisasi keagamaan yang diakui, dengan kedudukan, dan tugas yang menjadi miliknya sebagai pewaris jabatan yang sebelumnya dipegang orang lain. Sumber kekuasaannya adalah masyarakat dan lembaga di mana pendeta pria dan wanita itu bertugas.
h. Shaman
Shaman adalah orang-orang yang secara individual memiliki kemampuan khusus dan biasanya berada di tempat yang sunyi dan terpencil. Apabila roh yang Mahabesar (The Great of Spirit) dan Mahakuat (The Power) telah diperoleh maka ia akan mampu menyembuhkan / meramal. Apabila kembali ke tengah-tengah masyarakat, ia akan mendapat tugas keagamaan jenis lain, yakni sebagai shaman.
Di Amerika Serikat jutaan orang telah mengetahui tentang Shaman. Pengetahuan itu diperoleh dari membaca otobiografi Black Elk, seorang dukun (medicine man) tradisional dalam buku Indian Sioux atau cerita-cerita yang berupa khayalan. Di kalangan masyarakat Indian Crow, setiap orang laki-laki dapat menjadi Shaman. Hal itu dapat terjadi karena tidak ada organisasi keagamaan yang membuat undang-undang untuk mengatur kesadaran di bidang agama. Cara-cara yang dilakukan untuk menjadi Shaman antara lain dengan berpuasa bahkan menyiksa dirinya sendiri.
Unsur-unsur dalam Shamanisme, antara lain sifat benci, keadaan tak sadar (france), dan berbicara dalam bahasa yang tidak dimengerti. Shaman pada hakikatnya ialah seorang pengusaha agama yang bekerja untuk kepentingan seseorang yang menjadi kliennya. Sebagai imbalan atas jasa-jasanya yang diberikan, Shaman kadang-kadang memungut upah daging segar atau harta yang disukainya. Sebuah aspek khusus Shamanisme yang oleh orang Barat dianggap menganggu ialah perempuan-perempuan yang biasanya terdapat di dalam praktik Shamanisme itu. Kenyataan lain bahwa klien melakukan pekerjaan-pekerjaan yang tidak perlu.
i. Ritual dan Perayaan Keagamaan
Ritual keagamaan merupakan sarana yang menghubungkan manusia dengan hal-hal yang bersifat kramat. Ritual dapat memperkuat ikatan sosial, kelompok, dan mengurangi ketegangan. Para ahli antropologi telah mengklasifikasikan beberapa tipe ritual antara lain sebagai berikut;
1) Upacara Peralihan (Inisiasi)
Upacara peralihan (rites of passage) adalah upacara keagamaan yang berhubungan dengan tahap-tahap penting dalam kehidupan manusia seperti kelahiran, kematian, dan perkawinan. Arnold van Gennep menganalisis upacara peralihan yang membawa manusia melintasi krisis yang menentukan dalam kehidupannya seperti kelahiran, pubertas, perwakilan menjadi ayah/ibu, dan lain-lain. Van Gennep memaparkan upacara inisiasi (peralihan) untuk orang laki-laki suku bangsa asli Australia. Apabila para sesepuh telah menentukan waktunya, maka anak laki-laki diambil dari desa, di bawah tangis kaum wanita yang menurut upacara pura-pura menentang. Klimaks upacara ini berupa penggarapan badaniah, seperti pencabutan gigi.
Selama upacara pubertas di Australia itu, anak yang diinisiasikan harus mempelajari adat dan pengetahuan sukunya. Dalam masyarakat buta aksara, metode belajar yang efektif seperti itu diperlukan untuk kelestarian masyarakat si anak baru (novice). Hal itu disambut dengan upacara-upacara seolah-olah ia kembali dari alam orang-orang mati.
2) Upacara Intensifikasi
Upacara intensifikasi adalah upacara yang menyertai keadaan krisis dalam kehidupan kelompok dan bukan dalam kehidupan individu. Misalnya krisis kurang hujan sehingga membahayakan tanaman dan menggelisahkan semua orang. Oleh sebab itu, diadakan upacara massal untuk meredakan bahaya itu. Sementara kematian orang dianggap krisis terakhir dalam kehidupan individu. Oleh sebab itu, orang-orang yang masih hidup harus mengembalikan keseimbangan itu. Misalnya salah satu bagian dari upacara kematian orang Melanesia ialah memakan daging orang yang meninggal. Hal itu dilaksanakan dengan rasa jijik dan disusul dengan muntah-muntah hebat. Menurut Malinowski upacara penguburan merupakan sarana kolektif untuk mengungkapkan perasaan pribadi dengan cara direstui masyarakat dan untuk memelihara persatuan.
Penyelenggaraan upacara itu tidak terbatas hanya kalau ada krisis terbuka khususnya negara-negara yang hidup dari hortikultura dan pertanian. Upacara biasanya dilakukan berhubungan dengan masa tanam, masa berbuah, dan masa panen.
j. Fungsi Agama
Praktik keagamaan mengandung beberapa fungsi psikologis dan sosial. Di sini fungsi-fungsi tersebut menjadi lebih penting, yaitu menyediakan model alam semesta secara teratur yang berperan untuk keteraturan manusia. Dengan keadaan tersebut, maka terciptalah keadaan yang baik untuk mengatasi krisis secara teoritis.
Fungsi sosial dari agama adalah memberi sanksi kepada sejumlah besar tata kelakuan yang menyimpang. Dalam konteks ini agama memegang peranan penting dalam pengendalian sosial. Hal itu terlaksana melalui pengertian tentang baik dan jahat. Fungsi psikologis agama adalah membebaskan setiap anggota masyarakat dari lepasnya tanggung jawab dalam pengambilan keputusan, setidak-tidaknya dalam situasi yang penting.
Demikianlah ulasan mengenai "Hubungan dan Fungsi Bahasa, Seni, dan Agama/Religi/Kepercayaan", yang pada kesempatan ini dapat dibahas disini. Semoga ulasan yang telah diuraikan di atas bermanfaat bagi para pengunjung ataupun pembaca. Cukup sekian dan Sampai jumpa!!
*Rajinlah belajar, demi Bangsa dan Negaramu!!!
Demikianlah ulasan mengenai "Hubungan dan Fungsi Bahasa, Seni, dan Agama/Religi/Kepercayaan", yang pada kesempatan ini dapat dibahas disini. Semoga ulasan yang telah diuraikan di atas bermanfaat bagi para pengunjung ataupun pembaca. Cukup sekian dan Sampai jumpa!!
*Rajinlah belajar, demi Bangsa dan Negaramu!!!